Senin, 11 Januari 2010

dan zat adiktif ini...

Kau ini.
Selalu tidak sopan.
Memalak nomor ponsel.
Memaksa saya berdansa. Hey, itu kriminal! Saya TIDAK BISA dansa.
Berlagak bak gentle-man dengan membukakan pintu mobil. Hey, saya bukan sedang naik kereta kuda dan saya tidak memakai gaun yang di bagian bawahnya berbentuk kandang ayam menggembung.
Memainkan alat musik dengan ceroboh dan mengatakan itu adalah lagu khusus untuk saya di depan orang-orang. Bodoh itu namanya. Ingat saya melepaskan diri tiba-tiba? Itu saya sedang berbagi kisah dengan seseorang yang saya kasihi. Berharap bisa membuatnya penuh sesal dengan menceritakan ada seorang fans yang menggilai saya.
Mengambil gambar ketika saya sedang tidur. Uh yeah, tolong katakan, sebelah mananya dari diri saya yang mirip sleeping beauty? Saya kira nggak ada.
Mengirimi pesan-pesan singkat yang ringan dan penuh perhatian. Kau tau, saya membalasnya sambil tertawa-tawa dan menganggap ini semua lelucon?
Berguyon dengan gaya santai tentang mengejar-saya-adalah-suatu-keseriusan, itu tidak sopan. Saya dibuat mati gaya.
Datang ke tempat lahir saya. Itu salah. Kau membuat segalanya begitu mudah ketika saya mulai merasa sulit.
Pesan-pesanmu pun cenderung menggoda untuk diabaikan. Terbiasa.
Melingkarkan simpul dengan teliti di pergelangan saya, itu bodoh. Saya memiliki jerat beracun tapi bisa yang kau punya sepertinya lebih mematikan.
Sentuhan-sentuhan itu. Begitu ringan namun berdaya tinggi. Perlukah saya memasang antena penangkal petir di puncak kepala saya ketika kau membuat saya teraliri aliran listrik beberapa ribu watt? Beberapa teman menjawab perlu.
Lalu...
Tatapan itu. Sepasang mata itu. Ya Tuhan, sungguh, kau ingin saya memilih loncat dari angkot dan jatuh ke jurang ya, daripada menatap balik?? Itu terlalu... teduh. Bukan pasang mata yang selama ini saya harapkan. Cenderung saya hindari.
Tapi kau merusak segalanya. Oh saya lupa, kau memang perusak segala setelah mendobrak banyak pertahanan saya hanya dengan sentilan-sentilan ringan antara kelingking dan ibu jarimu.
Engkau adalah pencapaian. Seharusnya pencapaian. Setelah saya berusaha membuat kau teracuni jaring.
Namun brengseknya, kau berbisa. Terlalu mematikan itu bisamu.
Jaring tidak berfungsi.
Bisa cepat menyebar.
Beracun.
Mematikan.
Menimbulkan euforia.
Saya tau ini berbahaya.
Bagai pecandu, dan saya terlalu lemah.
Heroin.
Dengan racun tingkat tinggi, daya tawar yang hebat, tampilan memikat.
Katanya rasanya manis. Tapi bahkan ini terlalu pahit.
Masa bodoh.
Racun-racun yang ditawarkan begitu menjanjikan walau setiap titik yang menyebar dalam darah ini begitu perih dan menyiksa.
Saya masih punya dua kemungkinan.
Berhenti dan gila-gilaan mencari panti rehabilitasi, mencari penawar racun yang lebih kuat, tentunya, penuh siksaan.
Atau...
Terus menikmati rasa perih ini sampai pelan-pelan racun ini melesak ke organ-organ pusat tubuh saya yang dengan kata lain saya sebut dengan “menunggu maut”.
Mungkin saya sekarang masih di bawah pengaruh obat sialan itu. Ya, sekarang, tentunya saya akan lebih memilih kemungkinan ke dua.
Terimakasih.
Untuk membuat saya terracuni.
Untuk membuat saya mati pelan-pelan.
Tapi sekarang itulah yang saya butuhkan.

Tidak ada komentar: